Ayam kampung yang merupakan ternak lokal Indonesia menarik minat masyarakat untuk menjadikannya sebagai komoditas bisnis. Alasannya karena pangsa pasar yang masih besar, permintaan yang terus meningkat, sementara pasokannya masih kurang.
Hal itu diakui Naryanto, peternak ayam kampung di wilayah Parung Bogor Jawa Barat.Dengan berbendera Siu Eng Group,pria yang akrab disapa Anto ini serius menekuni ayam kampung pada 2005. Meskipun sebelumnya, sejak 1980 ia sudah mulai beternak ayam jantan.
Bahkan Anto pernah mencoba menjalani usaha peternakan broiler (ayam pedaging). Namun, harus menelan kerugian besar akibat terjadinya wabah flu burung pertama di Indonesia pada 2004. “Kerugian besar karena saat itu belum ada vaksin flu burung),”ungkapnya kepada TROBOS Livestock.
Akhirnya, Anto memilih ayam kampung sebagai fokus bisnisnya disamping ayam jantan. Ia beralasan, ayam kampung dikenal tahan terhadap penyakit seperti gumboro, Newcastle Disease (ND), flu burung, dan bakteri E. coli.“Kami juga ingin menjadikan ayam kampung sebagai tuan rumah di negeri sendiri,” tegasnya.
Selain itu, ayam kampung memiliki kelebihan kualitas daging yang khas dan rendah lemak.Juga hargajual ayam kampung di pasarlebih stabil dibandingkan broiler menjadi alasan yang kuat bagi Anto untuk mantap terjun ke bisnis ini. “Kalau harga broiler layaknya saham saja, harganya naik turun tidak jelas,”katanya.
Saat ini, Anto memiliki beberapa kandang di wilayah Parung dengan luas area yang berbeda-beda antara 5– 20 ribu m2. Sedangkan untuk peternakan ayam jantan tersebar di Serang, Sukabumi, dan Lampung.
Kembangkan Pembibitan
Tidak hanya melakukan usaha pembesaran, Anto pun mengembangkan usaha pembibitan (breeding farm) ayam kampung. Ia melakukan seleksi ayam-ayam lokal seperti pelung, merawang, kedu, dan bangkok sebagai parent stock(indukan). “Kami menggarap pembibitan karena persoalan pasokan DOC (Day Old Chick/ayam umur sehari). Kalau tidak memproduksi DOC sendiriproses produksi ayam kampung konsumsi menjadi terhambat,” jelasnya.
Untuk induk pejantan, Anto memilih jenis ayam pelung dan bangkok. Hal ini karena ukuran tubuhnya yang besar dan pertumbuhan DOC yang lebih cepat. Sementara, ayam kedu dan merawang diseleksi untuk menjadi induk betina karena produksi telurnya yang banyak. Saat ini, peternakannya memiliki populasi total sekitar 100ribu ekor ayam kampung.Dan, 10 % diantaranya merupakan parent stock.
Pakan Pabrikan
Guna mencapai performa ayam kampung yang optimal, Anto masih bergantung pada penggunaan pakan pabrikan. Ia beralasan, berbeda dengan pakan broiler, pakan ayam kampung lebih rendah proteinnya yaitu sekitar 18 % sehingga harganya sedikit lebih murah daripada pakan broiler. “Harga pakan ayam kampung lebih rendah Rp 300 dibanding pakan broiler,”ungkapnya.
Jenis pakanayam kampung yang digunakan dibedakan menjadi 2 yakni pakan ayam starter dan pakan ayam komersial. Pakan ayam komersial memiliki kandungan protein yang lebih rendah dibandingkan pakan ayam starter.
Garap RPU
Tidak hanya menjual ayam kampung hidup, Siu Eng Grouppun sudah memiliki Rumah Pemotongan Unggas (RPU)dengan kapasitas 2.000 ekor/hari sehingga produk yang dijual tersedia dalam bentuk karkas. RPU yang dijalankan Anto sudah memiliki sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Barat pada 2012dan petugas penyembelihan yang sudah bersertifikat.
Dalam memasarkan hasil ternaknya, Anto menjual ayam hidup ke pasar-pasar tradisional di wilayah Parung. Setiap harinya, permintaan ayam kampung hidup berkisar antara 1.500–2.000 ekor/hariyang dijual Rp 35ribu per kg.
Sedangkan, karkas ayam dikirim ke berbagai pasar swalayan dan rumah makan di wilayah Jabodetabek(Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi), bahkan sudah dikirim hingga ke Jambi. Permintaan dalam bentuk karkas sekitar 1.000 ekor/hari dan dijual dengan harga Rp 35ribu/ekor. “Untuk pedagang di pasar-pasar di daerah Parung saat ini sudah menjadi langganan kami meskipun pada awal membuka usaha harus bekerja keras untuk menawarkan ayam kampung ke pasar, rumah makan, dan supermarket,” kenang Anto.
Ia menyatakan, dari pengalaman permintaan ayam kampung selalu meningkat dan akan signifikandi saat bulan Ramadhan dan menjelang lebaranyang bisa mencapai 3.000 ekor/hari
Sebagai upaya mengembangkan bisnis ayam kampungnya, dalam jangka pendek, Anto akan membuka RPU otomastis dengan kapasitas 3.000 ekor/hari. Juga menambahpopulasi parent stock menjadi sekitar 3– 5 ribu ekor.
Selengkapnya baca di majalah TROBOS Livestock Edisi 175/ April 2014
Related Posts: